MITOS PERKAWINAN SUNDA - JAWA
Dalam masyarakat Jawa ada larangan anak putrinya menikah dengan lelaki Sunda, sebaliknya di masyarakat Sunda ada larangan anak putrinya menikah dengan lelaki jawa, sehingga dengan mitos ini tertutup kemungkinan pernikahan suku Jawa dengan Suku Sunda. Ada lagi mitos tetapi faktual, di kota2 wilayah Jawa dapat ditemukan jalan siliwangi, tetapi di kota-kota wilayah jawa barat tidak ada jalan Majapahit, jl.Gajahmada atau jalan hayam wuruk, mengapa ? inilah ceritera yang melatarbelakangi mitos itu :
1. Perkawinan antar bangsawan dulu sering terjadi, putra mahkota akan meminang anak putri dari kerajaan lain sebagai sesuatu yang wajar guna mempertahankan keturunan yang baik "bibit bobot bebet". Demikian pula Putra mahkota Galuh-Sunda, Pangeran Jayadarma menikahi putri bangsawan Singosari, Dyah Lembu Tal, anak mahesa cempaka, cucu mahesa wongateleng, buyutnya Ken Arok. Namun apa dikata Jayadarma mati secara misterius di usia muda (intrik dalam istana berebut kekuasaan), Dyah Lembu Tal, sebagai janda yang tidak disukai ia terlunta-lunta bersama anak semata wayang R.Wijaya (jaka Sesuruh), ia kembali ke Jawa Timur, atas dasar pengalaman pahit itulah beredar mitos larangan putri jawa menikah dengan pria sunda karena nantinya akan dikecewakan dan terlunta-lunta sebagaimana Dyah Lembu Tal. Beruntung trah kesuma rembesing madu tetap mengalir pada Jaka Sesuruh, ia kelak diambil mantu raja Kertanegara dan kelak mendirikan kerajajaan besar, Majapahit.
2. Setelah Majapahit menjadi kerajaan besar, terjadilah Tragedi
perang selanjutnya yang dampaknya masih terasa sampai sekarang sehingga
menimbulkan kurang harmonisnya hubungan Jawa dengan Sunda adalah tragedi Perang
Bubat, diawali jatuh hatinya Raja Besar Majapahit Prabu Hayam Wuruk kepada Dyah
Pitaloka putri Raja Pajajaran Prabu
Linggabumi, gayung bersambut guna menyambung tali darah dimana pendiri
Majapahit Raden Wiajaya (Jaka Sesuruh) juga putra dari putra mahkota Raja Sunda
Jaya Dharma yang meninggal masih muda, Prabu Linggabuana, sang Ratu dan sedikit
prajurit pengawal menghantarkan Dyah Pitaloka ke Majapahit, saat sampai desa
“Bubat” Mahapatih Gadjahmada yang berambisi menyatukan seluruh Nusantara di
bawah Majapahit menjadikan kondisi ini sebagai kesempatan emas untuk menundukan
Pajajaran yang selama ini sangat sulit untuk ditaklukan, sehingga meminta
rombongan raja Pajajaran ini menjadi bukan menyerahkan calon pengantin tetapi
menundukan diri dan kerajaan di bawah Majapahit dan memberikan putri
persembahan kepada Maharaja
Majapahit, kelicikan ini ditolak secara ksatria oleh Prabu Linggabumi, akhirnya
perang tak seimbang terjadi, seluruh rombongan tewas dibantai pasukan
Gadjahmada, Hayam Wuruk merasa menyesal, Gadjahmada malu dan mengasingkan diri,
Dampak tragedi ini memunculkan kebencian yang sangat mendalam etnis Sunda
sampai saat ini, jika kita ke kota di Jawa Tengah maupun Jawa Timur masih ada
jalan dengan nama jalan Siliwangi misalnya, namun di Jawa Barat tidak ada jalan
Majapahit, Hayam Wuruk apalagi jalan Gadjahmada kecuali di Jakarta. Sudah lama
ada larangan perempuan Sunda menikah dengan lelaki Jawa akibat tragedi bubat
Dyah Pitaloka, sebaliknya ada larangan wanita Jawa menikah dengan lelaki Sunda
karena akan cepat jadi janda sebagaiman ibunya Raden Wijaya, Dyah Lembu Tal
yang ditinggal mati muda suaminya putra mahkota Sunda Jayadharma dan
terlunta-lunta harus kembali ke tanah Jawa berstatus janda anak 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar