4.
Dayeuhluhur Masa Kerajaan Mataram
Ketika
Pajang runtuh dan berdiri kerajaan Mataram di bawah Panembahan Senopati,
Mataram melakukan ekspansi sampai ke Jawa Barat dan meruntuhkan Galuh Kawali tahun
1595.
4.a. Kyai Ngabehi Arsagati
Ketika
Panembahan Senopati sampai di Penyarang (daerah
Sidareja) Panembahan Senopati mengangkat Ranggasena menjadi Rangga di Penyarang
dan Karena Panembahan Senopati
terkesima oleh kanuragan dan kefasihan berbahasa Jawa dan Sunda dari Kyai Arsagati
yang sudah berusia 71 tahun, maka Panembahan Senopati berkenan menghidupkan
lagi Kadipaten Dayeuhluhur menjadi
wilayah Mataram mancanegara kilen , namun wilayahnya mengecil menjadi 1/3 jaman
Hindu Buddha, karena bagian Cilacap Timur didirikan Kadipaten Donan dan
Kadipaten Jerulegi, Daerah Ayah masuk Kadipaten Panjer (Kebumen, sekarang) dan
Daerah Maos Kroya masuk wilayah Kadipaten Roma (Gombong, sekarang) dan
mengangkat Kyai Ngabehi Arsagati sebagai Adipati di Dayeuhluhur (Adipati ke 4
dari Banyak Ngampar) dan mendirikan astana di Karangbirai .
Kyai
Ngabehi Arsagati berputra 2 yaitu Kyai Ngabehi Raksagati dan Kyai Warga Jaya alias Kyai Ciptagati.
Sareyan Kyai Ngabehi Arsagati berada di Karangbirai Dayeuhluhur.
4.b. Kyai Ngabehi Raksagati
Kyai
Ngabehi Raksagati menggantikan ayahnya menjadi Adipati Dayeuhluhur ke 5,
berputra Kyai Ngabehi
Raksapraja/Reksapraja/Arsapraja. Pada masa Raksagati inilah wilayah Jawa
Barat telah banyak dikuasai oleh VOC, sehingga timbul pemberontakan para
pendekar silat dari Jampang yang dipimpin pangeran Panjalu H.Alit Perwitasari.
Catatan Dr.F.De Hans Belanda menyebutkan bahwa Perwitasari yang di Jawa dikenal
dengan PRAWATA SARI melakukan
pemberontakan dan bekali-kali memporakporandakan Batavia, ia dijadikan buron
oleh VOC dan diperintahkan kepada seluruh Bupati di seluruh Priangan untuk
menangkapnya dengan iming-iming hadiah. Perwitasari kemudian memindahkan
pergerakannya ke Jawa Tengah dan dengan tipu muslihat VOC dapat menangkap di
Kartasura dan dibunuh di Dayeuhluhur dan dimakamkan di palalangon dikenal
sebagai makam pangeran Panjalu bersebelahan dengan makam Kyai Ngabehi Raksagati
meskipun tahun meninggalnya Kyai Ngabehi Raksagati jauh lebih tua dari pangeran
Panjalu H.Alit Perwitasari 12 Juli 1707.
Khusus mengenai
H.Ali Perwitasari, pahlawan nasioanl dari Cianjur Tanah Jampang ini ada versi
ceritera lain sebagai berikut :
Raden Haji Alit Perwitasari adalah pendekar silat dan
ulama dari Jampang keturunan Prabu Singacala dari Panjalu. Ia memulai
pemberontakan kepada Belanda mulai Maret 1703 dengan memobilisasi rakyat
pesilat Jampang sampai berjumlah 3.000 orang. VOC kewalahan dan Batavia berkali
kali diobrak abrik, suatu ketika komandan VOC Pieter Scorpoi menggiring 1.354
rakyat Jampang lewat Cianjur untuk dihukum di Batavia banyak yang meninggal
diperjalanan dan tersisa hanya 582 orang, tujuanya untuk mengendorkan semangat
pasukan Alit Perwitasari. Justru th 1705 pasukan Alit Perwitasari menyerbu Priangan Timur, lalu mengepung
Batavia dan Bogor, membuat kekacauan di Sumedang, mengalahkan Belanda dalam 3
kali pertempuran. Belanda Geram dan mengultimatum Bupati seluruh Tatar Sunda
untuk menangkap Perwitasari, th 1706 pasukan Perwitasari memindahkan gerakannya
ke Jawa dan tertangkap setelah ditipu Belanda di Kartasura tanggal 12 Juli 1707
dan dimakamkan di Desa Bingkeng Kec.Dayeuhluhur Kab.Cilacap dikenal sebagai makam
turunan Panjalu. (faktualnya di Palalangon atau di Nambo???). RH.Alit
Perwitasari Pahlawan yang terlupakan dari Cianjur berada di Dayeuhluhur. (ini
relevan dengan Pemindahan Pos Batas Belanda dan Surakarta dari Pamotan ke
Madura-Wanareja th.1705 untuk mengawasi pergerakan pasukan Alit Perwitasari)
4.c. Kyai Ngabehi
Raksapraja
Dalam
Naskah berbahasa Perancis LOUIS CHARLES DAMAIS, L'EPIGRAPHE MUSULMANE DANS LE SUD EAST
ASIATIQUE HAL.589 (ISLAMISASI ASIA TENGGARA) disebutkan:
Pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun Wawu (jika
dikonversikan ke tahun masehi kisaran tahun 1681) Kyai Ngabehi Raksapraja
diangkat menjadi Adipati Dayeuhluhur oleh Sunan Kartasura ( Sunan Amangkurat II
Amangkurat Amral, yang memindahkan Mataram dari Kotagede ke Kartasura).
Pengangkatannya bersamaan dengan pengangkatan pamannya Kyai Warga Jaya alias Kyai Ciptagati sebagai
Baboon (Pelindung para pemimpin dan Kepala Desa) di wilayah Barat sampai
Priangan. Babon melindungi keselamatan adipati dan akuwu dari bahaya serangan
binatang buas (saat itu masih banyak binatang buas memangsa manusia). Kyai
Ngabehi Raksapraja merupakan keturunan langsung darah laki-laki (garis bapak)
dari Arya Gagak Ngampar yang menjadi adipati di Dayeuhluhur. Sedangkan Kyai Cipagati berputrakan Kyai Suradika.
Untuk Memahami periode Raksapraja dan
seterusnya maka kita harus menyimak sejarah Demak sampai Mataram era Amangkurat
Amral.
Pada tahun 1475-1478 Raden Patah/Cek
Kopo/Senopati Jim Bun keturunan Brhe Kertabumi (Barawijaya V Raja Majapahit dari ibunya Muslim Cina
berkebangsaan Campa (Wilayah Mongol) mendirikan Kadipaten Demak Bintoro sebagai
wilayah perdikan di bawah Majapajit. Selama 1475 – 1478 tersebutlah ceritera bahwa para wali (Dewan
Wali Sanga) mempengaruhi Raden Patah untuk mendirikan kerajaan Islam
dan mengajak ayahandanya masuk Islam, sering terjadi perselisihan antara
Majapahit dan Demak yang pada akhirnya terjadi penyerbuan Majapahit ke Demak yang
dipimpin oleh Adipati Terung (Hussen anak Arya Damar Palembang dengan putri Campa yang diangkat Brawijaya V
menjadi Adipati Terung) Penyerbuan berbalik menjadi koalisi setelah Adipati Terung mengetahui bahwa Raden
Patah adalah Cek Hassan Kopo kakaknya satu ibu. Ketika Demak akan menyerang
Majapahit telah didahului oleh serangan Dyah Ranawijaya Girindrawardhana th
1478 dan membunuh Brawijaya V, ia kemudian memindahkan Majapahit ke Kediri dan
mengangkat diri sebagai Brawijaya VI. Saat itu pula Demak Bintoro
memproklamirkan sebagai kerajaan Islam yang berdiri sendiri dan melanjutkan
ekspansi penyerangan berkali-kali ke Majapahit. Unrtuk memperkuat armada perang
dan hegemoni politik dibawah nasihat walisongo, putra-putri Demak banyak yang
dinikahkan dengan putra putri kerajaan
Cirebon sehingga terjalin koalisi Demak-Cirebon yang kuat yang mampu mengusasi
Jawa Tengah dan Priangan Timur termasuk Pasirluhur dan Dayeuhluhur. Raden Patah
wafat 1518 digantikan menantunya Pati Unus yang melakukan ekspedisi Malaka, Pati
unus digantikan Sultan Trenggana th 1521. Saat inilah islamisasi menembus Jawa
Timur dan Jawa Barat dan Kejayaan Demak Bintoro mencapai puncaknya dan
sekaligus mencapai titik kulminasi, wafatnya Sultan Trenggono th 1546
menimbulkan perebutan kekuasaan internal antara Sekar Seda Lepen yang dibunuh
Sunan Prawata, dan th. 1549 Sunan Prawata beserta keluarga dan menantunya
adipati Jepara (suaminya Ratu Kalinyamat) dihabisi Arya Penangsang putra Sekar
sedalepen. Menantu Sultan Trenggono, Jaka Tingkir/Karebet meminta bantuan
Kiageng Penjawi dan Ki Ageng Pemanahan
untuk membunuh Arya Penangsang, atas kesaktian Danang Sutawijaya dan taktik
perang kedua arsitek perang tersebut Arya penangsang tewas ditusuk tombak kyai
pleret yang dibawa Danang Sutawijaya putra dari Ki Ageng Pemanahan. Arya
Penangsang tewas mengenaskan dengan usus terberai dan putus serta darahnya
dipakai mandi keramas ratu kalinyamat yang menuntut balas atas pembunuhan
adipati Jepara suaminya. Jaka Tingkir naik tahta menjadi raja dengan Gelar Sultan
Hadiwijaya dan memindahkan kerajaan dari Demak ke Pajang dari tahun 1549 sampai
1582. Sebagai janji nya Ki Ageng Penjawi th 1549 itu juga langsung diberi
hadiah wilayah tanah perdikan Pati, dan janji memberikan tanah perdikan Mentaok
(mataram) kepada Ki Ageng Pemanahan dan
Danang Sutawijaya ditunda-tunda karena takut akan ramalan sunan Giri bahwa
kelak mataram dibawah danang sutawijaya akan menjadi kerajaan besar
menenggelamkan Pajang sehingga hanya mengangkat Danang Sutawijaya sebagai anak
angkatnya saja agar selalu di bawah pengawasannya. Setelah dibujuk oleh Sunan
Kalijaga, th.1556 alas mentaok diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan dan Danang
Sutawijaya.
Dari 1546 sampai 1559 inilah wilayah dibawah
Demak di Priangan dan Dayeuhluhur lepas dari kekuasaan Demak, Pajang hanya
menguasai Jawa Timur dan ke barat hanya sampai Pasirluhur/ Banyumas. Th 1556 Ki
Ageng Pemanahan dan Danang Sutawijaya membabat alas mentaok yang ganas dan
banyak binatang buas di daerah Banguntapan, kemudian mendirikan astana di daerah Kota
Gede, Selatan astana berkembang menjadi pasar yang ramai “pasar kota
Gede”.Sehingga Danang Sutawijaya dikenal sebagai “Ngabehi Loring Pasar” yang
pada th 1582 melepaskan diri dari Pajang mendirikan kerajaan Mataram dengan
gelar Panembahan Senopati Ing Alaga. Sultan Hadiwijaya menyerang Mataram dan
saat bertempur di Prambanan terjadi letusan merapi yang memuntahkan bebatuan,
pasukan Pajang kalah dan Sultan Hadiwijaya terjatuh sakit dan akhirnya wafat
dan Berwasiat kepada Pangeran Benowo anak laki-lakinya agar mengikuti dan
tunduk kepada kakak angkatnya Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati. Akan
tetapi sang menantu Hadiwijaya yaitu Arya Pangiri mengangkat diri menjadi
Sultan Pajang ke dua 1583-1586 dan terus menerus menyerang Mataram namun selalu
kalah, atas bantuan Mataram Pangeran
Benowo dapat menggulingkan Arya Pangiri dan menjadi Sultan Pajang Ketiga dengan
status di bawah Mataram, Karena Pangeran Benowo tidak memiliki putra Mahkota
maka Pajang akhirnya menjadi Kadipaten
di bawah Mataram dan ditunjuk Gagak Baning (adik Panembahan Senopati) sebagai
adipati Pajang.
Panembahan Senopati mengembangkan wilayah
Mataram sampai Jawa Timur. Jawa Tengah dan Jawa Barat (th.1559 Galuh ditaklukan
dan Kadipaten Dayeuhluhur dihidupkan kembali) tahun 1601 wafat digantikan
putranya Raden Mas JOLANG / Panembahan Hanyokrowati yang meninggal misterius
saat berburu di hutan Krapyak (Panembahan Sedo Krapyak) th 1613.
Digantikan putranya Panembahan arya MARTAPURA
yang hanya menjabat sehari dan menyerahkan tahta kepada adiknya Raden Mas
RANGSANG dengan Gelar SULTAN AGUNG HANYOKROKUSUMO. Kematian HANYOKROWATI dan penobatan hanya sehari arya Marrtapura
meninggalkan misteri tersendiri (dalam hal ini tersebar ceritera tutur tinular bahwa
saat panembahan Senopati mengutus putrinya Putri Pembayun menjadi penari ledhek
keliling guna memikat Ki Ageng Mangir yang sakti dia benar-benar jatuh cinta
pada Ki Ageng Mangir, saat sungkem kepada mertuanya Ki Ageng Mangir dibunuh
Panembahan Senopati dengan dipukulkan kepalanya ke watu gilang, saat itu putri
pembayun telah hamil mengandung benih putra dari Ki Ageng Mangir, putri
pembayun malarikan diri dan menjadi buron, konon saat melahirkan bayinya
ditukar dengan bayinya Hanyokrowati dan diberi nama Raden Mas Rangsang. Saat
kematian Hanyokrowati Raden Mas Rangsang
tidak berada di istana entah kemana??? Saat penobatan Raden Arya Martapura
Raden Mas Rangsang datang,
dan arya Martapura kalah perbawa dan menyerahkan tahta kepada “adiknya” Raden
Mas Rangsang, Karena ia merupakan keturunan campuran dari Panembahan Senopati
dan Ki Ageng Mangir maka Raden Mas Rangsang memiliki charisma dan perbawa serta
ilmu yang sangat mumpuni). Kepemimpinan Raden Mas Rangsang (Sultan Agung)
membawa kejayaan Mataram menundukan Surabaya dan Madura serta Giri Prapen di
wilayah Timur, di Wilayah Barat menjadikan seluruh Jawa Barat tunduk kepada
Mataram kecuali banten, berkali-kali menyerang VOC di Batavia dan menumpas
pemberontakan Dipati Ukur. Beliau memindahkan istana dari Kotagede ke Kerta-Pleret. Kekuasaan
dan ketegasannya memimpin Mataram membawa kejayaan dan menjalin hubungan baik
dengan kerajaan Arab Saudi dan Rumawi, Beliau wafat tahun 1645 setelah memimpin
Mataram di puncak kejayaan selama 32 tahun. Banyak Peninggalannya di bidang
sastra, tari dan kalender Jawa Islam perpaduan kalender hijriyah dan kalender
aji saka serta menciptakan pranata mangsa serta ilmu perbintangan. Beliau ahli
perang, agama, dan seni budaya. Pada tahun 1645 digantikan anaknya Sunan
Amangkurat I (Sunan Amangkurat Jawa/Sunan Tegal Arum), berbeda dengan ayahnya,
pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat I banyak wilayah yang melepaskan diri
dari Mataram, dimulai oleh Wilayah Giri Prapen, akbibatnya Amangkurat menangkap
dan mebunuh lebih dari 5.000 ulama dan dibunuh secara sadis di alun-alun. Sunan
Amangkurat juga bekerjasama dengan VOC (musuh bebuyutan ayahnya) untuk
menghentikan pemberontakan-pemberontakan.
Ia juga berseteru dengan putra mahkotanya Amangkurat II dan adiknya Pangeran Puger. Perseteruan diawali saat ia
terpikat oleh putri yang bernama Rara Hoyi yang masih di bawah umur dan
dititipkan kepada pamanya pangeran pekik (pangeran dari Surabaya), ternyata
Amangkurat II dan Rara Hoyi yang sepadan umurnya saling jatuh cinta dan
akhirnya hamil, setelah Amangkurat I mengetahuinya maka murkalah ia dan
Pangeran Pekik beserta seluruh keluarganya dibunuh dan Amangkurat II diminta
memilih untuk ikut dibunuh atau membunuh rara Hoyi beserta kandungannya, tak
ada pilihan dengan berat hati Amangkurat II membunuh Rara Hoyi dan meninggalkan
istana dengan penuh dendam. Amangkurat II akhirnya bergabung dengan para
pemberontak dari Jawa Timur dan Madura pimpinan Trunojoyo yang sakit hati atas
pembunuhan ulama Giri prapen. Kedua tokoh ini saling mengikat janji untuk
menjadi Raja dan Mahapatih, namun keperkasaan pasukan Trunojoyo sulit
dikendalikan Amangkurat II dan akhirnya Trunojoyo meluluhlantakan kraton Pleret
dan Amangkurat I menjadi bulan-bulanan dalam pelarian ke wilayah Barat.
Mengikuti perkembangan ini Amangkurat II bertobat dan mengikuti ayahnya
melarikan diri sampai ke Tegal Arum, saat di Tegal Arum dendam Angkurat II
kembali timbul dan memberikan air Kelapa Muda beracun, disaat maut menjemput
Amangkurat I berwasiat sekaligus memberikan kutukan, wasiatnya berupa tombak
pusaka mataram Kyai Pelret
untuk membunuh Trunojoyo dan
kutukannya ia tidak akan memiliki keturunan yang berkuasa lama di Jawa.
Amangkurat I meninggal tahun 1677. Di reruntuhan Keraton Pleret, Pangeran Puger
mangangkat dirinya sebagai Raja Mataram Pengganti Amangkurat I. Setelah mendapat tombak pusaka kyai pleret
Amangkurat II menyerbu Madura dan membunuh sahabatnya Pangeran Trunojoyo. Dan
tahun 1680 mendirikan istana baru di Kartasura dan menggulingkan Pangeran Puger
yang lari ke Semarang berlindung kepada VOC. Mataram 1680 s/d 1703 dibawah
kekuasaan Amangkurat II atau Amangkurat Amral. Ia berpermaisurikan Ratu Blitar
yang sangat pencemburu dan selalu memerintahkan selir-selirnya yang hamil untuk
menggugurkan kandungannya jika tidak maka akan dibunuh sang permaisuri yang
takut putra mahkotanya raden mas SUTIKNA atau pangeran Kencet (kakinya kecil)
mendapat saingan. Untuk menghentikan kondisi tersebut Amangkurat II
menghadiahkan selir-selirnya yang diperkirakan hamil kepada bawahannya terutama
para bupati untuk dinikahi dengan catatan tidak dicampuri selama bayinya belum
lahir, setelah lahir saat sudah mulai umur 7 tahun diperintahkan agar anak
tersebut magang dalam pendidikan di kraton Kartasura sampai dewasa dan dapat
menggantikan kedudukan ayah tirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar