Minggu, 11 Agustus 2013

4. DAYEUHLUHUR JAMAN MATARAM ISLAM


4.    Dayeuhluhur Masa Kerajaan Mataram

Ketika Pajang runtuh dan berdiri kerajaan Mataram di bawah Panembahan Senopati, Mataram melakukan ekspansi sampai ke Jawa Barat dan meruntuhkan Galuh Kawali tahun 1595.


4.a. Kyai Ngabehi Arsagati

Ketika Panembahan Senopati  sampai di Penyarang (daerah Sidareja) Panembahan Senopati mengangkat Ranggasena menjadi Rangga di Penyarang dan Karena Panembahan Senopati terkesima oleh kanuragan dan kefasihan berbahasa Jawa dan Sunda dari Kyai Arsagati yang sudah berusia 71 tahun, maka Panembahan Senopati berkenan menghidupkan lagi Kadipaten Dayeuhluhur menjadi wilayah Mataram mancanegara kilen , namun wilayahnya mengecil menjadi 1/3 jaman Hindu Buddha, karena bagian Cilacap Timur didirikan Kadipaten Donan dan Kadipaten Jerulegi, Daerah Ayah masuk Kadipaten Panjer (Kebumen, sekarang) dan Daerah Maos Kroya masuk wilayah Kadipaten Roma (Gombong, sekarang) dan mengangkat Kyai Ngabehi Arsagati sebagai Adipati di Dayeuhluhur (Adipati ke 4 dari Banyak Ngampar) dan mendirikan astana di Karangbirai .
Kyai Ngabehi Arsagati berputra 2 yaitu Kyai Ngabehi Raksagati dan Kyai Warga Jaya alias Kyai Ciptagati. Sareyan Kyai Ngabehi Arsagati berada di Karangbirai Dayeuhluhur.

4.b. Kyai Ngabehi Raksagati
Kyai Ngabehi Raksagati menggantikan ayahnya menjadi Adipati Dayeuhluhur ke 5, berputra Kyai Ngabehi  Raksapraja/Reksapraja/Arsapraja. Pada masa Raksagati inilah wilayah Jawa Barat telah banyak dikuasai oleh VOC, sehingga timbul pemberontakan para pendekar silat dari Jampang yang dipimpin pangeran Panjalu H.Alit Perwitasari. Catatan Dr.F.De Hans Belanda menyebutkan bahwa Perwitasari yang di Jawa dikenal dengan PRAWATA  SARI melakukan pemberontakan dan bekali-kali memporakporandakan Batavia, ia dijadikan buron oleh VOC dan diperintahkan kepada seluruh Bupati di seluruh Priangan untuk menangkapnya dengan iming-iming hadiah. Perwitasari kemudian memindahkan pergerakannya ke Jawa Tengah dan dengan tipu muslihat VOC dapat menangkap di Kartasura dan dibunuh di Dayeuhluhur dan dimakamkan di palalangon dikenal sebagai makam pangeran Panjalu bersebelahan dengan makam Kyai Ngabehi Raksagati meskipun tahun meninggalnya Kyai Ngabehi Raksagati jauh lebih tua dari pangeran Panjalu H.Alit Perwitasari 12 Juli 1707.
            Khusus mengenai H.Ali Perwitasari, pahlawan nasioanl dari Cianjur Tanah Jampang ini ada versi ceritera lain sebagai berikut :
Raden Haji Alit Perwitasari adalah pendekar silat dan ulama dari Jampang keturunan Prabu Singacala dari Panjalu. Ia memulai pemberontakan kepada Belanda mulai Maret 1703 dengan memobilisasi rakyat pesilat Jampang sampai berjumlah 3.000 orang. VOC kewalahan dan Batavia berkali kali diobrak abrik, suatu ketika komandan VOC Pieter Scorpoi menggiring 1.354 rakyat Jampang lewat Cianjur untuk dihukum di Batavia banyak yang meninggal diperjalanan dan tersisa hanya 582 orang, tujuanya untuk mengendorkan semangat pasukan Alit Perwitasari. Justru th 1705 pasukan Alit Perwitasari menyerbu Priangan Timur, lalu mengepung Batavia dan Bogor, membuat kekacauan di Sumedang, mengalahkan Belanda dalam 3 kali pertempuran. Belanda Geram dan mengultimatum Bupati seluruh Tatar Sunda untuk menangkap Perwitasari, th 1706 pasukan Perwitasari memindahkan gerakannya ke Jawa dan tertangkap setelah ditipu Belanda di Kartasura tanggal 12 Juli 1707 dan dimakamkan di Desa Bingkeng Kec.Dayeuhluhur Kab.Cilacap dikenal sebagai makam turunan Panjalu. (faktualnya di Palalangon atau di Nambo???). RH.Alit Perwitasari Pahlawan yang terlupakan dari Cianjur berada di Dayeuhluhur. (ini relevan dengan Pemindahan Pos Batas Belanda dan Surakarta dari Pamotan ke Madura-Wanareja th.1705 untuk mengawasi pergerakan pasukan Alit Perwitasari)

4.c. Kyai Ngabehi Raksapraja
Dalam Naskah berbahasa Perancis LOUIS CHARLES DAMAIS, L'EPIGRAPHE MUSULMANE DANS LE SUD EAST ASIATIQUE HAL.589 (ISLAMISASI ASIA TENGGARA) disebutkan:
Pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun Wawu (jika dikonversikan ke tahun masehi kisaran tahun 1681) Kyai Ngabehi Raksapraja diangkat menjadi Adipati Dayeuhluhur oleh Sunan Kartasura ( Sunan Amangkurat II Amangkurat Amral, yang memindahkan Mataram dari Kotagede ke Kartasura). Pengangkatannya bersamaan dengan pengangkatan pamannya Kyai Warga Jaya alias Kyai Ciptagati sebagai Baboon (Pelindung para pemimpin dan Kepala Desa) di wilayah Barat sampai Priangan. Babon melindungi keselamatan adipati dan akuwu dari bahaya serangan binatang buas (saat itu masih banyak binatang buas memangsa manusia). Kyai Ngabehi Raksapraja merupakan keturunan langsung darah laki-laki (garis bapak) dari Arya Gagak Ngampar yang menjadi adipati di Dayeuhluhur. Sedangkan Kyai Cipagati berputrakan Kyai Suradika.
Untuk Memahami periode Raksapraja dan seterusnya maka kita harus menyimak sejarah Demak sampai Mataram era Amangkurat Amral.
Pada tahun 1475-1478 Raden Patah/Cek Kopo/Senopati Jim Bun keturunan Brhe Kertabumi (Barawijaya V  Raja Majapahit dari ibunya Muslim Cina berkebangsaan Campa (Wilayah Mongol) mendirikan Kadipaten Demak Bintoro sebagai wilayah perdikan di bawah Majapajit. Selama 1475 – 1478 tersebutlah ceritera bahwa  para wali (Dewan Wali Sanga) mempengaruhi Raden Patah untuk mendirikan kerajaan Islam dan mengajak ayahandanya masuk Islam, sering terjadi perselisihan antara Majapahit dan Demak yang pada akhirnya terjadi penyerbuan Majapahit ke Demak yang dipimpin oleh Adipati Terung (Hussen anak Arya Damar Palembang  dengan putri Campa yang diangkat Brawijaya V menjadi Adipati Terung) Penyerbuan berbalik menjadi koalisi setelah Adipati Terung mengetahui bahwa Raden Patah adalah Cek Hassan Kopo kakaknya satu ibu. Ketika Demak akan menyerang Majapahit telah didahului oleh serangan Dyah Ranawijaya Girindrawardhana th 1478 dan membunuh Brawijaya V, ia kemudian memindahkan Majapahit ke Kediri dan mengangkat diri sebagai Brawijaya VI. Saat itu pula Demak Bintoro memproklamirkan sebagai kerajaan Islam yang berdiri sendiri dan melanjutkan ekspansi penyerangan berkali-kali ke Majapahit. Unrtuk memperkuat armada perang dan hegemoni politik dibawah nasihat walisongo, putra-putri Demak banyak yang dinikahkan dengan putra putri kerajaan Cirebon sehingga terjalin koalisi Demak-Cirebon yang kuat yang mampu mengusasi Jawa Tengah dan Priangan Timur termasuk Pasirluhur dan Dayeuhluhur. Raden Patah wafat 1518 digantikan menantunya Pati Unus yang melakukan ekspedisi Malaka, Pati unus digantikan Sultan Trenggana th 1521. Saat inilah islamisasi menembus Jawa Timur dan Jawa Barat dan Kejayaan Demak Bintoro mencapai puncaknya dan sekaligus mencapai titik kulminasi, wafatnya Sultan Trenggono th 1546 menimbulkan perebutan kekuasaan internal antara Sekar Seda Lepen yang dibunuh Sunan Prawata, dan th. 1549 Sunan Prawata beserta keluarga dan menantunya adipati Jepara (suaminya Ratu Kalinyamat) dihabisi Arya Penangsang putra Sekar sedalepen. Menantu Sultan Trenggono, Jaka Tingkir/Karebet meminta bantuan Kiageng Penjawi  dan Ki Ageng Pemanahan untuk membunuh Arya Penangsang, atas kesaktian Danang Sutawijaya dan taktik perang kedua arsitek perang tersebut Arya penangsang tewas ditusuk tombak kyai pleret yang dibawa Danang Sutawijaya putra dari Ki Ageng Pemanahan. Arya Penangsang tewas mengenaskan dengan usus terberai dan putus serta darahnya dipakai mandi keramas ratu kalinyamat yang menuntut balas atas pembunuhan adipati Jepara suaminya. Jaka Tingkir naik tahta menjadi raja dengan Gelar Sultan Hadiwijaya dan memindahkan kerajaan dari Demak ke Pajang dari tahun 1549 sampai 1582. Sebagai janji nya Ki Ageng Penjawi th 1549 itu juga langsung diberi hadiah wilayah tanah perdikan Pati, dan janji memberikan tanah perdikan Mentaok (mataram) kepada Ki Ageng   Pemanahan dan Danang Sutawijaya ditunda-tunda karena takut akan ramalan sunan Giri bahwa kelak mataram dibawah danang sutawijaya akan menjadi kerajaan besar menenggelamkan Pajang sehingga hanya mengangkat Danang Sutawijaya sebagai anak angkatnya saja agar selalu di bawah pengawasannya. Setelah dibujuk oleh Sunan Kalijaga, th.1556 alas mentaok diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan dan Danang Sutawijaya.
Dari 1546 sampai 1559 inilah wilayah dibawah Demak di Priangan dan Dayeuhluhur lepas dari kekuasaan Demak, Pajang hanya menguasai Jawa Timur dan ke barat hanya sampai Pasirluhur/ Banyumas. Th 1556 Ki Ageng Pemanahan dan Danang Sutawijaya membabat alas mentaok yang ganas dan banyak binatang buas di daerah Banguntapan, kemudian mendirikan astana di daerah Kota Gede, Selatan astana berkembang menjadi pasar yang ramai “pasar kota Gede”.Sehingga Danang Sutawijaya dikenal sebagai “Ngabehi Loring Pasar” yang pada th 1582 melepaskan diri dari Pajang mendirikan kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga. Sultan Hadiwijaya menyerang Mataram dan saat bertempur di Prambanan terjadi letusan merapi yang memuntahkan bebatuan, pasukan Pajang kalah dan Sultan Hadiwijaya terjatuh sakit dan akhirnya wafat dan Berwasiat kepada Pangeran Benowo anak laki-lakinya agar mengikuti dan tunduk kepada kakak angkatnya Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati. Akan tetapi sang menantu Hadiwijaya yaitu Arya Pangiri mengangkat diri menjadi Sultan Pajang ke dua 1583-1586 dan terus menerus menyerang Mataram namun selalu kalah, atas bantuan Mataram  Pangeran Benowo dapat menggulingkan Arya Pangiri dan menjadi Sultan Pajang Ketiga dengan status di bawah Mataram, Karena Pangeran Benowo tidak memiliki putra Mahkota maka Pajang  akhirnya menjadi Kadipaten di bawah Mataram dan ditunjuk Gagak Baning (adik Panembahan Senopati) sebagai adipati Pajang.
Panembahan Senopati mengembangkan wilayah Mataram sampai Jawa Timur. Jawa Tengah dan Jawa Barat (th.1559 Galuh ditaklukan dan Kadipaten Dayeuhluhur dihidupkan kembali) tahun 1601 wafat digantikan putranya Raden Mas JOLANG / Panembahan Hanyokrowati yang meninggal misterius saat berburu di hutan Krapyak (Panembahan Sedo Krapyak) th 1613.
 Digantikan putranya Panembahan arya MARTAPURA yang hanya menjabat sehari dan menyerahkan tahta kepada adiknya Raden Mas RANGSANG dengan Gelar SULTAN AGUNG HANYOKROKUSUMO. Kematian HANYOKROWATI  dan penobatan hanya sehari arya Marrtapura meninggalkan misteri tersendiri (dalam hal ini tersebar ceritera tutur tinular bahwa saat panembahan Senopati mengutus putrinya Putri Pembayun menjadi penari ledhek keliling guna memikat Ki Ageng Mangir yang sakti dia benar-benar jatuh cinta pada Ki Ageng Mangir, saat sungkem kepada mertuanya Ki Ageng Mangir dibunuh Panembahan Senopati dengan dipukulkan kepalanya ke watu gilang, saat itu putri pembayun telah hamil mengandung benih putra dari Ki Ageng Mangir, putri pembayun malarikan diri dan menjadi buron, konon saat melahirkan bayinya ditukar dengan bayinya Hanyokrowati dan diberi nama Raden Mas Rangsang. Saat kematian Hanyokrowati Raden Mas Rangsang tidak berada di istana entah kemana??? Saat penobatan Raden Arya Martapura Raden Mas Rangsang datang, dan arya Martapura kalah perbawa dan menyerahkan tahta kepada “adiknya” Raden Mas Rangsang, Karena ia merupakan keturunan campuran dari Panembahan Senopati dan Ki Ageng Mangir maka Raden Mas Rangsang memiliki charisma dan perbawa serta ilmu yang sangat mumpuni). Kepemimpinan Raden Mas Rangsang (Sultan Agung) membawa kejayaan Mataram menundukan Surabaya dan Madura serta Giri Prapen di wilayah Timur, di Wilayah Barat menjadikan seluruh Jawa Barat tunduk kepada Mataram kecuali banten, berkali-kali menyerang VOC di Batavia dan menumpas pemberontakan Dipati Ukur. Beliau memindahkan istana dari Kotagede ke Kerta-Pleret. Kekuasaan dan ketegasannya memimpin Mataram membawa kejayaan dan menjalin hubungan baik dengan kerajaan Arab Saudi dan Rumawi, Beliau wafat tahun 1645 setelah memimpin Mataram di puncak kejayaan selama 32 tahun. Banyak Peninggalannya di bidang sastra, tari dan kalender Jawa Islam perpaduan kalender hijriyah dan kalender aji saka serta menciptakan pranata mangsa serta ilmu perbintangan. Beliau ahli perang, agama, dan seni budaya. Pada tahun 1645 digantikan anaknya Sunan Amangkurat I (Sunan Amangkurat Jawa/Sunan Tegal Arum), berbeda dengan ayahnya, pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat I banyak wilayah yang melepaskan diri dari Mataram, dimulai oleh Wilayah Giri Prapen, akbibatnya Amangkurat menangkap dan mebunuh lebih dari 5.000 ulama dan dibunuh secara sadis di alun-alun. Sunan Amangkurat juga bekerjasama dengan VOC (musuh bebuyutan ayahnya) untuk menghentikan pemberontakan-pemberontakan.  Ia juga berseteru dengan putra mahkotanya Amangkurat II dan adiknya  Pangeran Puger. Perseteruan diawali saat ia terpikat oleh putri yang bernama Rara Hoyi yang masih di bawah umur dan dititipkan kepada pamanya pangeran pekik (pangeran dari Surabaya), ternyata Amangkurat II dan Rara Hoyi yang sepadan umurnya saling jatuh cinta dan akhirnya hamil, setelah Amangkurat I mengetahuinya maka murkalah ia dan Pangeran Pekik beserta seluruh keluarganya dibunuh dan Amangkurat II diminta memilih untuk ikut dibunuh atau membunuh rara Hoyi beserta kandungannya, tak ada pilihan dengan berat hati Amangkurat II membunuh Rara Hoyi dan meninggalkan istana dengan penuh dendam. Amangkurat II akhirnya bergabung dengan para pemberontak dari Jawa Timur dan Madura pimpinan Trunojoyo yang sakit hati atas pembunuhan ulama Giri prapen. Kedua tokoh ini saling mengikat janji untuk menjadi Raja dan Mahapatih, namun keperkasaan pasukan Trunojoyo sulit dikendalikan Amangkurat II dan akhirnya Trunojoyo meluluhlantakan kraton Pleret dan Amangkurat I menjadi bulan-bulanan dalam pelarian ke wilayah Barat. Mengikuti perkembangan ini Amangkurat II bertobat dan mengikuti ayahnya melarikan diri sampai ke Tegal Arum, saat di Tegal Arum dendam Angkurat II kembali timbul dan memberikan air Kelapa Muda beracun, disaat maut menjemput Amangkurat I berwasiat sekaligus memberikan kutukan, wasiatnya berupa tombak pusaka mataram Kyai Pelret untuk membunuh Trunojoyo dan kutukannya ia tidak akan memiliki keturunan yang berkuasa lama di Jawa. Amangkurat I meninggal tahun 1677. Di reruntuhan Keraton Pleret, Pangeran Puger mangangkat dirinya sebagai Raja Mataram Pengganti Amangkurat I.  Setelah mendapat tombak pusaka kyai pleret Amangkurat II menyerbu Madura dan membunuh sahabatnya Pangeran Trunojoyo. Dan tahun 1680 mendirikan istana baru di Kartasura dan menggulingkan Pangeran Puger yang lari ke Semarang berlindung kepada VOC. Mataram 1680 s/d 1703 dibawah kekuasaan Amangkurat II atau Amangkurat Amral. Ia berpermaisurikan Ratu Blitar yang sangat pencemburu dan selalu memerintahkan selir-selirnya yang hamil untuk menggugurkan kandungannya jika tidak maka akan dibunuh sang permaisuri yang takut putra mahkotanya raden mas SUTIKNA atau pangeran Kencet (kakinya kecil) mendapat saingan. Untuk menghentikan kondisi tersebut Amangkurat II menghadiahkan selir-selirnya yang diperkirakan hamil kepada bawahannya terutama para bupati untuk dinikahi dengan catatan tidak dicampuri selama bayinya belum lahir, setelah lahir saat sudah mulai umur 7 tahun diperintahkan agar anak tersebut magang dalam pendidikan di kraton Kartasura sampai dewasa dan dapat menggantikan kedudukan ayah tirinya.

Tidak ada komentar: