Senin, 12 Agustus 2013

5.DAYEUHLUHUR MASA MATARAM KARTASURA


5.    Dayeuhluhur Masa Kartasura ( Masa Ngabehi Wirapraja)
Demikian halnya dengan Bupati Dayeuhluhur Kyai Ngabehi Raksapraja mendapat “anugerah” selir Amangkurat II yang sedang hamil 5 bulan untuk diperistri dan tidak dicampuri sampai bayinya lahir. Setelah bayi lahir dan berumur 7 tahun diminta untuk magang pendidikan di Kraton Kartasura dan diberi nama “Ngabehi WIRAPRAJA” yang kemudian menggantikan ayah tirinya yang masih hidup untuk menjadi Bupati Dayeuhluhur mulai tahun 1698.
Pada saat ini (th 1705) wilayah Dayeuhluhur dikurangi luasnya (dikurangi Distrik Madura) hal tersebut terjadi karena :
Setelah Sunan Puger kembali ke Kartasura dengan bantuan VOC mengalahkan Amangkurat III dan bertahta dengan gelar Pakubuwono I, pada tanggal 5 Oktober 1705 diadakan perjanjian antara Kerajaan Mataram dan Kompeni di Kartasura, sebagai upah atas bantuannya menyelesaikan masalah perebutan kekuasaan di lingkungan Kerajaan Mataram, sebagian wilayah Pulau Jawa diserahkan VOC dimana Batas timur daerah kekuasaan VOC berpindah dari Ci Pamanukan (Krawang) ke Sungai Losari (Kabupaten Brebes) di utara dan Sungai Donan (Kabupaten Banyumas) di selatan melewati : Sungai Donan di Laut Selatan. Sepanjang sungai tersebut ke arah barat sampai Segara Anakan ke arah utara sampai muara Sungai Tsiborom (Cibereum). Sepanjang tepi timur dan utara dari rawa yang tidak dapat dilalui sampai Tsisatia (Cisatya) sekitar Desa Madura (sekarang nama desa di Kecamatan Wanareja), ke arah utara sebelah timur melalui Kaduomas dan Pegunungan Dailoer (Dayaluhur), Kabuyutan Aria sampai Gunung Sumana setelah Subang. Sebelah Tenggara Gunung Bonkock ke arah utara sampai Sungai Lassarij (Losari) Dalam Pasal II Perjanjian 5 Oktober 1705 disebutkan jika juridikasi dan kepemilikan tanah di sebelah barat dari gunung – gunung dan sungai – sungai tersebut diserahkan kepada Kompeni. Daerah Dayeuhluhur yang menjadi bagian jajahan Kompeni kemudian dibentuk menjadi Distrik Madura, Kabupaten Galuh Imbanegara, Karesidenan Cirebon dan menjelang pelaksanaan perjanjian tersebut, pada tanggal 6 April 1706 Kompeni memindahkan pos militernya dari Pamotan ke Madura (sekarang Cilacap Barat), yang dipimpin oleh Vaandrig Egbert Jansz. Pada waktu itu di Priangan Tenggara memang sedang berkecamuk gangguan keamanan gerombolan Prawata Sari
Teks asli ‘Akte Batas Pemisah Perjanjian 5 Oktober 1705   :
Is met onderlinge toestmminge confort het contract voorm’, en d’ ordres van de respective principalen geaccordeerd en vastgesteld, dat de limitscheijdinge voorn”, beginnende van de noordskant met de mond der rivier Lassarij, daar se in zee uijtwaterd, langs dese revier opwaarts sal loopen tot daar de rivier djangkelok (Tjitjangkelok) sihh instord en met d’, tot den berg poetsjang, gelegen aan desselfs oever en tegenover bantar panjang, wijders-ooswaarts tot het reviertje Cawajoedang (1) en langs d”, opwaarts tot daar het sprijtje Tzimandala komt in te vloeijen, en met d”. opklimmend tot desselfs oorsprong uijt de berg Gora, vervolgens langs het hooge en onbeganckelijke geberte, te weten, de bergen Gora gem’. Tagal kanja, bankok, kaqdaka, Soemana, Sawa, Mana, Manik, Soebang en bonkok (de tweede van dien naam) ende Z. westwaarts afdalen met het spruijtje Tsidata (Tjilatjap) in de rivier Tsijolang (Tjidjolang) ende langs d”, tot de klip Patanga tangan (2), gelegen aan desselfs oever beoosten en sijnde het begin van ‘t district Madura. Vervolgens met een Oost - en Zuijdelijke curs van Patanga tanga gem. Dienende tot limitscheijdinge Wounkal kantja (een klip), Wounkal tougal (d’). Boukit gagang Ountoung (een hooge heuvel gelegen aan het spruijtje van dien naam katomas (3) (een hooge drioens boom) Lowinouttouk (een klip aan ‘t spruijtje van dien naam), paitaiang (4) (roodagtige steenplaats) den hoogen boom boetat (5) dicht aan ‘t spruijtje Tzjakkar, tot den berg Tsoursouroe, ende van daar afdelende tot de rivier Tsikeojang, en met d”, uijtkomen in de rivier Tsiborom, en met d’. Oostspruijt in het binnen meir gent. Segaranakan, vervolgens langs d”. strand (6) en cannal (Moteng) (7) tot in de rivier den donang ende langs d”. tot desselfs mond en uijtwatering in zee, besuijden dit Eijland.
Aldus gedaan en gepasseerd op de negorij Donang den 12 Julij 1706_, (Volgwn de handteekeningen).
(1) Aria : Kaboejouton : missehien : Kabojoetan  (KABUYUTAN ARIA)
(2) id. : Selabatanga Tanga
(3) id. : Kadoehomaas (KADUOMAS)
(4) id : Batahiejang
(5) id. : Kadjang Poetat
(6) id. : Oosterstrand
(7) id. : de rivier Mendeng

Teks asli Pasal II Perjanjian 5 Oktober 1705  :

Art II. “Den Sousahounang hout voor goed, cedeert en bevestigt bij desen aan d’E. Comp”, de jurisdictie en eijgendom der landen bewesten de volgende rivieren en bergen; beginnende van de mond der rivier den Donan, daar se in de Zuijdzee ujitloopt, en voorts langs dito rivier west heenen tot Pssoroubn daar het binnenmeir begind; wijders dan noordwaarts heenen langs de oost- en noordkant van d”. meir tot de mond der rivier Tsiborom en langs de oost - en noordkant van het daaraan volgende ontoegangbare moeras tot Tsisatia omrent de negorije Madura, en van daar vervolgens Noorden ten Oosten door en over het gebergte van Dailor tot den berg Soemana off Soebang en voorts bezuijden en beoosten om het geberghte Bonkock, om soo wijders met een noordelijken cours af ebn aijt te komen op de rivier can Lassarij aan, en eijndelijk langs dito rivier tot aan desselfs mond en uijtwatering in zee aan de noordkant van dit eijland, invoegen ook het district van Gabang daarin komt begrepen te werden; verklarende de Compagnie van die landen to sjin wettig ende souverain, Heer, sonder dat daarop oijt of oijt (1) eenige de minste pretensien, ‘tsij door Zign Hoogheijt ofte sijne succeseurs van het Mataramse rijk, zullen mogen gemaakt werden, waartoe dien Sousouhounang belooft van sijn sal senden om de limitscheijdinge te reguleren.
            Pada periode ini, wilayah Priangan telah tunduk pada VOC sehingga membuat geram Prabu Pakubuwono II dan mengutus Bupati Banyumas (Yudanegara II ) dan Bupati Dayeuhluhur (Ngabehi Wirapraja) untuk menyerang Priangan dan Cirebon Selatan. Sampai akhirnya di Ciancang terjadilah “Tragedi Ciancang” yang porak poranda dan banjir darah oleh serangan  Banyumas dan Dayeuhluhur sehingga orang Jawa Mengatakan banjir darah berbau amis (anyir) sehingga dinamakan dengan “Ciamis”. Galuh akhirnya meminta bantuan VOC dan daerah underbow VOC untuk mengusir “perusuh Banyumas” tersebut dan pasukan Banyumas dan Dayeuhkuhur dapat dikalahkan dan Ngabehi Wirapraja gugur di Ciancang tahun 1740 dan dimakamkan di pesareyan kulon dusun Cipancur Dayeuhluhur meninggalkan banyak anak-anak yang masih kecil yang diasuh bapak tirinya Rakspraja. Meskipun anaknya banyak catatan dalam silsilah kebanyakan hanya mampu mencatat 3sampai 4 anak, kecuali catatan dari Majenang dan Purwokerto yang menyebutkan dapat mencatat 5 anak-anak dari Ngabehi Wirapraja sbb :
1.    Ngabehi Wiradika I
2.    Rangga Wirasraya I
3.    Mas Suradika (putri; istri Kyai Suradika alias Dewi Maskiah)
4.    Mas Ajeng Wirosari (putri; istri RM Wirosari Banyumas kelak menurunkan Trah Bratadiningrat, bupati-bupati Banyumas))
5.    Mas Ajeng Cakramenggala (putrid)
Sambil menunggu putra putrinya dewasa pemerintahan Kadipaten Dayeuhluhur dijalankan lagi oleh Ngabehi Reksa Praja 1740 s/d  1755. Ngabehi Raksapraja ini memang tokoh yang fenomenal, beliau berumur panjang dan sangat luwes. Saat meninggalnya dimakamkan di sareyan Kulon Cipancur Dayeuhluhur.
Karena tahun 1742 terjadi pemberontakan Cina yang menghancurkan Keraton Kartasura, Pakubuwono II tahun 1745 memindahkan Keraton Kartasura ke Surakarta. Selanjutnya terjadi pemberontakan RM.Sudjadi (P.Mangkubumi) dikenal dengan Perang Jawa. Pakubuwono II menandatangani Perjanjian Penyerahan Kerajaan (Act of Cession) pada tanggal 11 Desember 1749 tentang penyerahan kedaulatan kepada Kompeni dan perlindungan semua putera Susuhunan. Pada tanggal 15 Desember 1749, Putera Mahkota yang baru berusia 16 tahun dinobatkan menjadi Susuhunan Pakubuwono III. Beliau menyadari jika pengangkatannya bukan karena keturunan, tetapi karena Kompeni menunjuknya. Sejak itu secara de jure Surakarta menjadi vassal Kompeni. Dengan demikian daerah termasuk Kabupaten Dayeuhluhur seluruhnya secara de jure di bawah kekuasaan Kompeni, akan tetapi karena Kompeni memerintah secara tidak langsung melalui Kerajaan Mataram, maka secara de facto perubahan kekuasaan itu tidak terasa.
Setelah perang Jawa (perang Mangkubumi) berlangsung lama (1746-1755) Di Gianti, pada tanggal 13 Februari 1755 sesuai perjanjian 11 Desember 1749 (“Acte van afstand en overgave van het Mataramsche rijk” van Pakubuwono II), Kompeni menyerahkan separuh Kerajaan Mataram kepada Pangeran Mangkubumi dengan nama dan gelar Sultan Hamengkubuwono I, Sultan Yogyakarta. Palihan Nagari yaitu Kerajaan Mataram menjadi Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta. Kerajaan Surakarta meliputi sebagian besar daerah Mancanegara Kulon dan setengah masing – masing daerah Agung, sedangkan Kerajaan Yogyakarta sebaliknya. Dengan demikian akan timbul perselisihan
Setelah Perjanjian Giyanti, secara de facto Kabupaten dayeuhluhur menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Surakarta meskipun secara geografis terletak di sebelah barat Kerajaan Yogyakarta. Rajanya adalah Susuhunan Pakubuwono III beribukota di Surakarta. Sehingga para pejabat mancanegara kilen termasuk Ngabehi Dayeuhluhur bila menghadap Raja Surakarta tiap tahun, berangkat sebelum Gerebeg Mulud dan pulang sesudah Grebeg Siyam, harus berkali – kali melintasi perbatasan ke dua kerajaan.

Tidak ada komentar: