5.
Dayeuhluhur Masa Kartasura ( Masa Ngabehi Wirapraja)
Demikian halnya dengan Bupati Dayeuhluhur
Kyai Ngabehi Raksapraja mendapat “anugerah” selir Amangkurat II yang sedang
hamil 5 bulan untuk diperistri dan tidak dicampuri sampai bayinya lahir.
Setelah bayi lahir dan berumur 7 tahun diminta untuk magang pendidikan di
Kraton Kartasura dan diberi nama “Ngabehi WIRAPRAJA” yang kemudian menggantikan
ayah tirinya yang masih hidup untuk menjadi Bupati Dayeuhluhur mulai tahun
1698.
Pada saat ini
(th 1705) wilayah Dayeuhluhur dikurangi luasnya (dikurangi Distrik Madura) hal
tersebut terjadi karena :
Setelah Sunan Puger kembali ke Kartasura dengan bantuan
VOC mengalahkan Amangkurat III dan bertahta dengan gelar Pakubuwono I, pada
tanggal 5 Oktober 1705 diadakan perjanjian antara Kerajaan Mataram dan Kompeni
di Kartasura, sebagai upah atas bantuannya menyelesaikan masalah perebutan
kekuasaan di lingkungan Kerajaan Mataram, sebagian wilayah Pulau Jawa
diserahkan VOC dimana Batas timur daerah kekuasaan VOC berpindah dari Ci
Pamanukan (Krawang) ke Sungai Losari (Kabupaten Brebes) di utara dan Sungai
Donan (Kabupaten Banyumas) di selatan melewati : Sungai Donan di Laut Selatan.
Sepanjang sungai tersebut ke arah barat sampai Segara Anakan ke arah utara
sampai muara Sungai Tsiborom (Cibereum). Sepanjang tepi timur dan utara dari
rawa yang tidak dapat dilalui sampai Tsisatia (Cisatya) sekitar Desa Madura
(sekarang nama desa di Kecamatan Wanareja), ke arah utara sebelah timur melalui
Kaduomas dan Pegunungan Dailoer (Dayaluhur), Kabuyutan Aria sampai Gunung
Sumana setelah Subang. Sebelah Tenggara Gunung Bonkock ke arah utara sampai
Sungai Lassarij (Losari) Dalam Pasal II Perjanjian 5 Oktober 1705 disebutkan
jika juridikasi dan kepemilikan tanah di sebelah barat dari gunung – gunung dan
sungai – sungai tersebut diserahkan kepada Kompeni. Daerah Dayeuhluhur yang
menjadi bagian jajahan Kompeni kemudian dibentuk menjadi Distrik Madura,
Kabupaten Galuh Imbanegara, Karesidenan Cirebon dan menjelang pelaksanaan
perjanjian tersebut, pada tanggal 6 April 1706 Kompeni memindahkan pos
militernya dari Pamotan ke Madura (sekarang Cilacap Barat), yang dipimpin oleh
Vaandrig Egbert Jansz. Pada waktu itu di Priangan Tenggara memang sedang
berkecamuk gangguan keamanan gerombolan Prawata Sari
Teks asli ‘Akte Batas
Pemisah Perjanjian 5 Oktober 1705 :
Is
met onderlinge toestmminge confort het contract voorm’, en d’ ordres van de
respective principalen geaccordeerd en vastgesteld, dat de limitscheijdinge
voorn”, beginnende van de noordskant met de mond der rivier Lassarij, daar se
in zee uijtwaterd, langs dese revier opwaarts sal loopen tot daar de rivier
djangkelok (Tjitjangkelok) sihh instord en met d’, tot den berg poetsjang,
gelegen aan desselfs oever en tegenover bantar panjang, wijders-ooswaarts tot
het reviertje Cawajoedang (1) en langs d”, opwaarts tot daar het sprijtje
Tzimandala komt in te vloeijen, en met d”. opklimmend tot desselfs oorsprong
uijt de berg Gora, vervolgens langs het hooge en onbeganckelijke geberte, te
weten, de bergen Gora gem’. Tagal kanja, bankok, kaqdaka, Soemana, Sawa, Mana,
Manik, Soebang en bonkok (de tweede van dien naam) ende Z. westwaarts afdalen
met het spruijtje Tsidata (Tjilatjap) in de rivier Tsijolang (Tjidjolang) ende
langs d”, tot de klip Patanga tangan (2), gelegen aan desselfs oever beoosten
en sijnde het begin van ‘t district Madura. Vervolgens met een Oost - en
Zuijdelijke curs van Patanga tanga gem. Dienende tot limitscheijdinge Wounkal
kantja (een klip), Wounkal tougal (d’). Boukit gagang Ountoung (een hooge
heuvel gelegen aan het spruijtje van dien naam katomas (3) (een hooge drioens
boom) Lowinouttouk (een klip aan ‘t spruijtje van dien naam), paitaiang (4)
(roodagtige steenplaats) den hoogen boom boetat (5) dicht aan ‘t spruijtje
Tzjakkar, tot den berg Tsoursouroe, ende van daar afdelende tot de rivier
Tsikeojang, en met d”, uijtkomen in de rivier Tsiborom, en met d’. Oostspruijt
in het binnen meir gent. Segaranakan, vervolgens langs d”. strand (6) en cannal
(Moteng) (7) tot in de rivier den donang ende langs d”. tot desselfs mond en
uijtwatering in zee, besuijden dit Eijland.
Aldus
gedaan en gepasseerd op de negorij Donang den 12 Julij 1706_, (Volgwn de
handteekeningen).
(1)
Aria : Kaboejouton : missehien : Kabojoetan
(KABUYUTAN ARIA)
(2)
id. : Selabatanga Tanga
(3)
id. : Kadoehomaas (KADUOMAS)
(4)
id : Batahiejang
(5)
id. : Kadjang Poetat
(6)
id. : Oosterstrand
(7)
id. : de rivier Mendeng
Teks asli Pasal II
Perjanjian 5 Oktober 1705 :
Art
II. “Den Sousahounang hout voor goed, cedeert en bevestigt bij desen aan d’E.
Comp”, de jurisdictie en eijgendom der landen bewesten de volgende rivieren en
bergen; beginnende van de mond der rivier den Donan, daar se in de Zuijdzee
ujitloopt, en voorts langs dito rivier west heenen tot Pssoroubn daar het
binnenmeir begind; wijders dan noordwaarts heenen langs de oost- en noordkant
van d”. meir tot de mond der rivier Tsiborom en langs de oost - en noordkant
van het daaraan volgende ontoegangbare moeras tot Tsisatia omrent de negorije
Madura, en van daar vervolgens Noorden ten Oosten door en over het gebergte van
Dailor tot den berg Soemana off Soebang en voorts bezuijden en beoosten om het
geberghte Bonkock, om soo wijders met een noordelijken cours af ebn aijt te
komen op de rivier can Lassarij aan, en eijndelijk langs dito rivier tot aan
desselfs mond en uijtwatering in zee aan de noordkant van dit eijland, invoegen
ook het district van Gabang daarin komt begrepen te werden; verklarende de
Compagnie van die landen to sjin wettig ende souverain, Heer, sonder dat daarop
oijt of oijt (1) eenige de minste pretensien, ‘tsij door Zign Hoogheijt ofte
sijne succeseurs van het Mataramse rijk, zullen mogen gemaakt werden, waartoe
dien Sousouhounang belooft van sijn sal senden om de limitscheijdinge te
reguleren.
Pada
periode ini, wilayah Priangan telah tunduk pada VOC sehingga membuat geram Prabu Pakubuwono II dan mengutus Bupati
Banyumas (Yudanegara II ) dan Bupati Dayeuhluhur (Ngabehi Wirapraja) untuk
menyerang Priangan dan Cirebon Selatan. Sampai akhirnya di Ciancang terjadilah
“Tragedi Ciancang” yang porak poranda dan banjir darah oleh serangan Banyumas dan Dayeuhluhur sehingga orang Jawa
Mengatakan banjir darah berbau amis (anyir) sehingga dinamakan dengan “Ciamis”.
Galuh akhirnya meminta bantuan VOC dan daerah underbow VOC untuk mengusir
“perusuh Banyumas” tersebut dan pasukan Banyumas dan Dayeuhkuhur dapat
dikalahkan dan Ngabehi Wirapraja gugur di Ciancang tahun 1740 dan dimakamkan di
pesareyan kulon dusun Cipancur Dayeuhluhur meninggalkan banyak anak-anak yang
masih kecil yang diasuh bapak tirinya Rakspraja. Meskipun anaknya banyak
catatan dalam silsilah kebanyakan hanya mampu mencatat 3sampai 4 anak, kecuali catatan dari
Majenang dan Purwokerto yang menyebutkan dapat mencatat 5 anak-anak dari
Ngabehi Wirapraja sbb :
1. Ngabehi
Wiradika I
2. Rangga
Wirasraya I
3. Mas
Suradika (putri; istri Kyai Suradika alias Dewi Maskiah)
4. Mas
Ajeng Wirosari (putri; istri RM Wirosari
Banyumas kelak menurunkan Trah Bratadiningrat, bupati-bupati Banyumas))
5. Mas
Ajeng Cakramenggala (putrid)
Sambil menunggu putra putrinya dewasa pemerintahan
Kadipaten Dayeuhluhur dijalankan lagi oleh Ngabehi Reksa Praja 1740 s/d 1755. Ngabehi Raksapraja ini memang tokoh
yang fenomenal, beliau berumur panjang dan sangat luwes. Saat meninggalnya
dimakamkan di sareyan Kulon Cipancur Dayeuhluhur.
Karena tahun 1742 terjadi pemberontakan Cina yang
menghancurkan Keraton Kartasura, Pakubuwono II tahun 1745 memindahkan Keraton Kartasura ke Surakarta. Selanjutnya
terjadi pemberontakan RM.Sudjadi (P.Mangkubumi) dikenal dengan Perang Jawa.
Pakubuwono II menandatangani Perjanjian Penyerahan Kerajaan (Act of Cession)
pada tanggal 11 Desember 1749 tentang penyerahan kedaulatan kepada Kompeni dan
perlindungan semua putera Susuhunan. Pada tanggal 15 Desember 1749, Putera
Mahkota yang baru berusia 16 tahun dinobatkan menjadi Susuhunan Pakubuwono III.
Beliau menyadari jika pengangkatannya bukan karena keturunan, tetapi karena
Kompeni menunjuknya. Sejak itu secara de jure Surakarta menjadi vassal Kompeni.
Dengan demikian daerah termasuk Kabupaten Dayeuhluhur seluruhnya secara de jure
di bawah kekuasaan Kompeni, akan tetapi karena Kompeni memerintah secara tidak
langsung melalui Kerajaan Mataram, maka secara de facto perubahan kekuasaan itu
tidak terasa.
Setelah
perang Jawa (perang Mangkubumi)
berlangsung lama (1746-1755) Di Gianti, pada tanggal 13 Februari 1755 sesuai
perjanjian 11 Desember 1749 (“Acte van afstand en overgave van het Mataramsche
rijk” van Pakubuwono II), Kompeni menyerahkan separuh Kerajaan Mataram kepada
Pangeran Mangkubumi dengan nama dan gelar Sultan Hamengkubuwono I, Sultan
Yogyakarta. Palihan Nagari yaitu Kerajaan Mataram menjadi Kerajaan Surakarta
dan Kerajaan Yogyakarta. Kerajaan Surakarta meliputi sebagian besar daerah
Mancanegara Kulon dan setengah masing – masing daerah Agung, sedangkan Kerajaan
Yogyakarta sebaliknya. Dengan demikian akan timbul perselisihan
Setelah
Perjanjian Giyanti, secara de
facto Kabupaten dayeuhluhur menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Surakarta
meskipun secara geografis terletak di sebelah barat Kerajaan Yogyakarta.
Rajanya adalah Susuhunan Pakubuwono III beribukota di Surakarta. Sehingga para
pejabat mancanegara kilen termasuk Ngabehi Dayeuhluhur bila menghadap Raja
Surakarta tiap tahun, berangkat sebelum Gerebeg Mulud dan pulang sesudah Grebeg
Siyam, harus berkali – kali melintasi perbatasan ke dua kerajaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar